Wednesday, May 23, 2012

Pengalaman Backpacker Ke Gunung Bromo (Part 3)

Pengalaman Backpacker Ke Gunung Bromo (Part 3)

Baca part 2-nya disini.

Akhirnya kami pun menaiki ratusan anak tangga menuju Puncak Bromo, saya perkirakan mungkin tingkat kemiringannya sekitar 50o. Cape juga naik tangga tersebut, namun semangat kami untuk mencapai Puncak Bromo dan melihat pemandangan sunrise dari sana membuat kami melupakan rasa cape tersebut. Akhirnya kami pun tiba di Puncak sekitar pukul empat pagi lewat beberapa menit. Waktu itu kami masih belum dapat melihat apa-apa karena masih gelap, namun terlihat samar beberapa orang asing/turis bule dan turis lokal lainnya yang sudah sampai di Puncak Bromo lebih awal dari kami.


matahari mulai keluarBeberapa menit berselang, matahari mulai terlihat malu-malu muncul dari ufuk timur. Pemandangan Gunung Bromo dan sekitarnya pun mulai terlihat. Subhanalloh .... Kami panjatkan syukur dan terima kasih kepada Tuhan Yang Maha Esa atas pemandangan alam yang begitu indah ini. Rasa lelah, letih, lesu, cape, kesal yang kami alami dalam perjalanan langsung sirna seiring matahari terus memberikan sinarnya kepada kami. Semua orang yang berada di Puncak Bromo tak henti-hentinya mengabadikan pemandangan indah tersebut dengan kameranya. Saya pun tak mau ketinggalan, berulang kali saya potret, hanya saja saya tidak menggunakan kamera profesional seperti turis lainnya. Saya hanya menggunakan handphone sederhana, dan ya kualitas gambarnya pun sangat sederhana jadinya.

Menatap Sunrise di Gunung BromoSetelah puas melihat pemandangan sunrise di Puncak Gunung Bromo, kawahnya, serta pemandangan disekitarnya, kami pun turun sekitar pukul 07.00-an. Gila ya, perjalanannya sangat jauh hampir satu hari satu malam, namun menikmati pemandangannya hanya beberapa jam saja. Apa mau dikata, tidak ada aktivitas lain yang bisa kami lakukan, pengelolanya tidak memberikan/menyediakan aktivitas lain selain hanya menikmati pemandangan alam.

Kawah Gunung BromoKami berjalan menuju area pos pembelian tiket sebelumnya, karena disana banyak warung makan dan pedagang cinderamata. Sudah dapat ditebak, kami memilih warung makan bukan toko cinderamata. Perut kami lebih penting dibanding dengan cinderamata, dan karena bekal uang yang sedikit membuat kami tidak menginginkan cinderamata.

Kami singgah di warung makan yang didekatnya terdapat toilet umum dan tempat pemandian. Sebagian dari kami sarapan dulu, dan sebagiannya mandi dulu. Di tempat makan tersebut saya hanya memesan mie rebus pakai telur dan nasi karena biasanya di kawasan wisata harga makanan pasti mahal-mahal. Tidak ada harga di daftar menu waktu itu, teman saya ada yang pesan nasi beserta lauk sederhana - kami pun makan sambil bercanda tawa. Kami menghabiskan waktu cukup lama di tempat itu, bergantian kami sambil jalan-jalan untuk melihat cinderamata namun tidak membeli dan juga mengumpulkan tenaga untuk perjalanan pulang.

Setelah semuanya makan dan juga mandi, kami pun bergegas untuk kembali ke Surabaya (sekitar pukul 12.00-an). Dari data yang kami dapatkan dari internet, kami bisa naik kereta api ekonomi lagi tujuan Bandung dari Stasiun Pasar Turi, Surabaya pukul 16.00 (kalau yang ini saya masih ingat nama stasiunnya, hehe). Namun, sebelum beranjak dari warung makan tersebut, bukan main kagetnya kami dengan harga makanan yang telah kami makan. Mahalnya luar biasaaaaa ...... saya lupa berapa harga tepatnya, namun untuk jenis makanan yang kami makan waktu itu, tidak mungkin semahal itu. Kira-kira waktu itu harganya 3-5 kali lipat harga normal. Namun, mau tidak mau kami harus membayarnya. - Tips jika makan di kawasan wisata dan tidak ada daftar harganya, sebaiknya Anda tanyakan dulu berapa harga makanan yang ingin Anda beli. Jangan malu bertanya, karena kalau malu bertanya ... sesat diharga :D. -

Dalam perjalanan kembali menuju Surabaya, kami berjalan melewati pos pembelian tiket untuk mencari angkutan umum berjenis Elf lagi sambil terheran-heran dengan harga makanan tadi. Beberapa faktor yang mungkin menjadikan makanan tersebut mahal adalah: karena di kawasan wisata orangnya pasti baru setiap harinya, jadi apabila konsumen komplain toh mereka (turis) tidak akan balik lagi, jika pun balik lagi mungkin sudah lupa dengan pedagangnya; biaya angkut bahan makanan yang mereka jual mahal karena jauh dari pasar; atau karena memang mereka tidak sadar wisata dan hanya sadar keuntungan yang besar saja. 

Setelah menemukan angkutan umum, kami pun langsung masuk dan duduk. Namun, seperti biasanya angkutan umum tersebut tak kunjung berangkat juga. Jam pun menunjukkan sekitar pukul 12.30 waktu itu. Kami mulai merasa cemas kembali, karena kami takut terlambat ke Stasiun Kereta Api.

Bersambung kesini
Share This

No comments:

Post a Comment

Designed By Seo Blogger Templates- Published By Gooyaabi Templates