Baca part 2-nya disini.
Akhirnya kami pun menaiki ratusan
anak tangga menuju Puncak Bromo, saya perkirakan mungkin tingkat kemiringannya
sekitar 50o. Cape juga naik tangga tersebut, namun semangat kami
untuk mencapai Puncak Bromo dan melihat pemandangan sunrise dari sana membuat
kami melupakan rasa cape tersebut. Akhirnya kami pun tiba di Puncak sekitar
pukul empat pagi lewat beberapa menit. Waktu itu kami masih belum dapat melihat
apa-apa karena masih gelap, namun terlihat samar beberapa orang asing/turis
bule dan turis lokal lainnya yang sudah sampai di Puncak Bromo lebih awal dari
kami.
Beberapa menit berselang,
matahari mulai terlihat malu-malu muncul dari ufuk timur. Pemandangan Gunung
Bromo dan sekitarnya pun mulai terlihat. Subhanalloh .... Kami panjatkan syukur
dan terima kasih kepada Tuhan Yang Maha Esa atas pemandangan alam yang begitu
indah ini. Rasa lelah, letih, lesu, cape, kesal yang kami alami dalam perjalanan
langsung sirna seiring matahari terus memberikan sinarnya kepada kami. Semua
orang yang berada di Puncak Bromo tak henti-hentinya mengabadikan pemandangan
indah tersebut dengan kameranya. Saya pun tak mau ketinggalan, berulang kali
saya potret, hanya saja saya tidak menggunakan kamera profesional seperti turis
lainnya. Saya hanya menggunakan handphone sederhana, dan ya kualitas gambarnya
pun sangat sederhana jadinya.
Setelah puas melihat pemandangan
sunrise di Puncak Gunung Bromo, kawahnya, serta pemandangan disekitarnya, kami
pun turun sekitar pukul 07.00-an. Gila ya, perjalanannya sangat jauh hampir
satu hari satu malam, namun menikmati pemandangannya hanya beberapa jam saja.
Apa mau dikata, tidak ada aktivitas lain yang bisa kami lakukan, pengelolanya
tidak memberikan/menyediakan aktivitas lain selain hanya menikmati pemandangan
alam.
Kami berjalan menuju area pos
pembelian tiket sebelumnya, karena disana banyak warung makan dan pedagang
cinderamata. Sudah dapat ditebak, kami memilih warung makan bukan toko
cinderamata. Perut kami lebih penting dibanding dengan cinderamata, dan karena
bekal uang yang sedikit membuat kami tidak menginginkan cinderamata.
Kami singgah di warung makan yang
didekatnya terdapat toilet umum dan tempat pemandian. Sebagian dari kami
sarapan dulu, dan sebagiannya mandi dulu. Di tempat makan tersebut saya hanya
memesan mie rebus pakai telur dan nasi karena biasanya di kawasan wisata harga
makanan pasti mahal-mahal. Tidak ada harga di daftar menu waktu itu, teman saya
ada yang pesan nasi beserta lauk sederhana - kami pun makan sambil bercanda
tawa. Kami menghabiskan waktu cukup lama di tempat itu, bergantian kami sambil
jalan-jalan untuk melihat cinderamata namun tidak membeli dan juga mengumpulkan
tenaga untuk perjalanan pulang.
Setelah semuanya makan dan juga
mandi, kami pun bergegas untuk kembali ke Surabaya (sekitar pukul 12.00-an).
Dari data yang kami dapatkan dari internet, kami bisa naik kereta api ekonomi lagi
tujuan Bandung dari Stasiun Pasar Turi, Surabaya pukul 16.00 (kalau yang ini
saya masih ingat nama stasiunnya, hehe). Namun, sebelum beranjak dari warung
makan tersebut, bukan main kagetnya kami dengan harga makanan yang telah kami
makan. Mahalnya luar biasaaaaa ...... saya lupa berapa harga tepatnya, namun untuk
jenis makanan yang kami makan waktu itu, tidak mungkin semahal itu. Kira-kira
waktu itu harganya 3-5 kali lipat harga normal. Namun, mau tidak mau kami harus
membayarnya. - Tips jika makan di kawasan wisata dan tidak ada daftar harganya,
sebaiknya Anda tanyakan dulu berapa harga makanan yang ingin Anda beli. Jangan
malu bertanya, karena kalau malu bertanya ... sesat diharga :D. -
Dalam perjalanan kembali menuju
Surabaya, kami berjalan melewati pos pembelian tiket untuk mencari angkutan
umum berjenis Elf lagi sambil terheran-heran dengan harga makanan tadi. Beberapa
faktor yang mungkin menjadikan makanan tersebut mahal adalah: karena di kawasan
wisata orangnya pasti baru setiap harinya, jadi apabila konsumen komplain toh
mereka (turis) tidak akan balik lagi, jika pun balik lagi mungkin sudah lupa
dengan pedagangnya; biaya angkut bahan makanan yang mereka jual mahal karena
jauh dari pasar; atau karena memang mereka tidak sadar wisata dan hanya sadar
keuntungan yang besar saja.
Setelah menemukan angkutan umum,
kami pun langsung masuk dan duduk. Namun, seperti biasanya angkutan umum
tersebut tak kunjung berangkat juga. Jam pun menunjukkan sekitar pukul 12.30
waktu itu. Kami mulai merasa cemas kembali, karena kami takut terlambat ke
Stasiun Kereta Api.
Bersambung kesini
No comments:
Post a Comment